APA ITU NIKAH MUTAAH | HUKUM NIKAH MUTAAH | Apa itu Nikah Mut'ah dan hukumnya. Nikah
mut'ah ialah perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan
maskawin tertentu untuk jangka waktu terbatas yang berakhir dengan
habisnya masa tersebut, dimana suami tidak berkewajiban memberikan
nafkah, dan tempat tinggal kepada isteri, serta tidak menimbulkan
pewarisan antara keduanya.
1. Nikah mut'ah dibatasi oleh waktu, nikah sunni tidak dibatasi oleh waktu.
2.
Nikah mut'ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam akad
atau fasakh, sedangkan nikah sunni berakhir dengan talaq atau meninggal
dunia.
3. Nikah mut'ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami istri, nikah sunni menimbulkan pewarisan antara keduanya.
4. Nikah mut'ah tidak membatasi jumlah istri, nikah sunni dibatasi dengan jumlah istri hingga maksimal 4 orang.
5. Nikah mut'ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi, nikah sunni harus dilaksanakan dengan wali dan saksi.
6.
Nikah mut'ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri,
nikah sunni mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri.
Dalil-Dalil Haramnya Nikah Mut'ah
Haramnya
nikah mut'ah berlandaskan dalil-dalil hadits Nabi saw juga pendapat
para ulama dari 4 madzhab. Dalil dari hadits Nabi saw yang diwayatkan
oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim menyatakan bahwa dari
Sabrah bin Ma'bad Al-Juhaini, ia berkata: "Kami bersama Rasulullah saw
dalam suatu perjalanan haji.
Pada suatu saat kami berjalan bersama saudara sepupu kami dan bertemu dengan seorang wanita. Jiwa muda kami mengagumi wanita tersebut, sementara dia mengagumi selimut (selendang) yang dipakai oleh saudaraku itu. Kemudian wanita tadi berkata: "Ada selimut seperti selimut". Akhirnya aku menikahinya dan tidur bersamanya satu malam. Keesokan harinya aku pergi ke Masjidil Haram, dan tiba-tiba aku melihat Rasulullah saw sedang berpidato diantara pintu Ka'bah dan Hijr Ismail.
Baginda bersabda, "Wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk melakukan nikah mut'ah. Maka sekarang siapa yang memiliki isteri dengan cara nikah mut'ah, haruslah ia menceraikannya, dan segala sesuatu yang telah kalian berikan kepadanya, janganlah kalian ambil lagi. Kerana Allah SWT telah mengharamkan nikah mut'ah sampai Hari Kiamat (Shahih Muslim II/1024).
Pada suatu saat kami berjalan bersama saudara sepupu kami dan bertemu dengan seorang wanita. Jiwa muda kami mengagumi wanita tersebut, sementara dia mengagumi selimut (selendang) yang dipakai oleh saudaraku itu. Kemudian wanita tadi berkata: "Ada selimut seperti selimut". Akhirnya aku menikahinya dan tidur bersamanya satu malam. Keesokan harinya aku pergi ke Masjidil Haram, dan tiba-tiba aku melihat Rasulullah saw sedang berpidato diantara pintu Ka'bah dan Hijr Ismail.
Baginda bersabda, "Wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk melakukan nikah mut'ah. Maka sekarang siapa yang memiliki isteri dengan cara nikah mut'ah, haruslah ia menceraikannya, dan segala sesuatu yang telah kalian berikan kepadanya, janganlah kalian ambil lagi. Kerana Allah SWT telah mengharamkan nikah mut'ah sampai Hari Kiamat (Shahih Muslim II/1024).
Dalil
hadits lainnya: Dari Ali bin Abi Thalib ra. ia berkata kepada Ibnu
Abbas ra bahwa Nabi Muhammad saw melarang nikah mut'ah dan memakan
daging keledai jinak pada waktu perang Khaibar (Fathul Bari IX/71).
Pendapat Para Ulama
Berdasarkan hadits-hadits tersebut diatas, para ulama berpendapat sebagai berikut:
-
Dari Madzhab Hanafi, Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H) dalam
kitabnya Al-Mabsuth (V/152) mengatakan: "Nikah mut'ah ini bathil menurut
madzhab kami. Demikian pula Imam Ala Al Din Al-Kasani (wafat 587 H)
dalam kitabnya Bada'i Al-Sana'i fi Tartib Al-Syara'i (II/272)
mengatakan, "Tidak boleh nikah yang bersifat sementara, yaitu nikah
mut'ah".
-
Dari Madzhab Maliki, Imam Ibnu Rusyd (wafat 595 H) dalam kitabnya
Bidayatul Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid (IV/325 s.d 334) mengatakan,
"hadits-hadits yang mengharamkan nikah mut'ah mencapai peringkat
mutawatir" Sementara itu Imam Malik bin Anas (wafat 179 H) dalam
kitabnya Al-Mudawanah Al-Kubra (II/130) mengatakan, "Apabila seorang
lelaki menikahi wanita dengan dibatasi waktu, maka nikahnya batil."
-
Dari Madzhab Syafi', Imam Syafi'i (wafat 204 H) dalam kitabnya Al-Umm
(V/85) mengatakan, "Nikah mut'ah yang dilarang itu adalah semua nikah
yang dibatasi dengan waktu, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang, seperti ucapan seorang lelaki kepada seorang perempuan, aku
nikahi kamu selama satu hari, sepuluh hari atau satu bulan." Sementara
itu Imam Nawawi (wafat 676 H) dalam kitabnya Al-Majmu' (XVII/356)
mengatakan, "Nikah mut'ah tidak diperbolehkan, karena pernikahan itu
pada dasarnya adalah suatu aqad yang bersifat mutlaq, maka tidak sah
apabila dibatasi dengan waktu."
-
Dari Madzhab Hambali, Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) dalam kitabnya
Al-Mughni (X/46) mengatakan, "Nikah Mut'ah ini adalah nikah yang
bathil." Ibnu Qudamah juga menukil pendapat Imam Ahmad bin Hambal (wafat
242 H) yang menegaskan bahwa nikah mut'ah adalah haram.
Rujukan:
1. Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql, Dirasat fil ahwa wal firaq wal Bida' wa Mauqifus Salaf minha.
2. Drs. KH Dawam Anwar dkk, Mengapa Kita menolak Syi'ah.
3. H. Hartono Ahmad Jaiz, Di bawah Bayang-bayang Soekarno-Soeharto.
4. Abdullah bin Sa'id Al-Junaid, Perbandingan antara Sunnah dan Syi'ah.
Nikah mutaah ini ibarat berzina....sama seperti melanggan pelacur!!! Sesat sungguh syiah ni!!
ReplyDeleteTerima kasih atas maklumat ini.. ia amat berguna untuk mutakhir ini.
ReplyDelete